Hukum Sedekah

Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu’ (sedekah secara spontan dan sukarela). klik juga link ni >> http://goo.gl/dfspFc

Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang artinya: ”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS An Nisaa [4]: 114). Hadis yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya. klik juga link ni >> http://goo.gl/dfspFc
Para fuqaha sepakat hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah, berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Di samping sunah, adakalanya hukum sedekah menjadi haram yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang bakal menerima sedekah tersebut akan menggunakan harta sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada kalanya juga hukum sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga. klik juga link ni >> http://goo.gl/dfspFc
Menurut fuqaha, sedekah dalam arti sadaqah at-tatawwu’ berbeda dengan zakat. Sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan diberikan secara terang-terangan dalam arti diberitahukan atau diberitakan kepada umum. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi SAW dari sahabat Abu Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu kelompok hamba Allah SWT yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya tersebut. klik juga link ni >> http://goo.gl/dfspFc
Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain. Kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan kepada orang yang betul-betul sedang mendambakan uluran tangan. Mengenai kriteria barang yang lebih utama disedekahkan, para fuqaha berpendapat, barang yang akan disedekahkan sebaiknya barang yang berkualitas baik dan disukai oleh pemiliknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya; ”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS Ali Imran [3]: 92). klik juga link ni >> http://goo.gl/dfspFc
Pahala sedekah akan lenyap bila si pemberi selalu menyebut-nyebut sedekah yang telah ia berikan atau menyakiti perasaan si penerima. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya yang berarti: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.” (QS Al Baqarah [2]: 264). (Disarikan dari buku Ensiklopedi Islam) klik juga link ni >> http://goo.gl/dfspFc

HUKUM MENUNTUT ILMU


Setiap orang Islam wajib mempelajari atau mengetahui rukun maupun syarat amalan ibadah yang akan dikerjakannya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah atau perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama. Maka, mempelajari ilmu agama hukumnya wajib. Misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji jika sudah mampu dan ilmu tentang jaul beli jika berdagang.

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM



1. AL-QUR’AN

Secara bahasa, al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang berarti mengumpulkan atau menghimpun, dan qira’ah yang berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup .

2. SUNNAH atau HADIS

Sunnah atau Hadis merupakan segala yang diberitakan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan dan pengakuan. Sunnah disebut juga al-Hadis atau al-Khabar. Sunnah menjadi sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an.

Al-Hadis merupakan penjelasan al-Qur’an. Isinya meliputi semua dasar hukum: hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dan semua persoalan yang berhubungan dengan dunia dan akhirat. Perintah dan larangan dalam al-Qur’an selalu berdasar pada tiga dasar pokok, yaitu tidak memberatkan, tidak memperbanyak tuntutan atau beban, berangsur-angsur dalam menetapkan hukum.

Kualitas sebuah hadis ditentukan baik dari segi sanadnya maupun dari segi matannya. Klasifikasi nilai-nilai terbagi dua, yaitu maqbul (diterima) dan mardud (ditolak). Hadis-hadis yang dapat diterima dikategorikan sebagai hadis shahih dan hasan, sedangkan yang ditolak disebut sebagai hadis dha’if.

Kualifikasi hadis maqbul memiliki lima syarat yang utuh, meski salah satu bersifat kurang dhabith, tetapi tidak mengurangi nilai hadis tersebut, sedangkan hadis dha’if tidak memiliki salah satu syarat atau keseluruhan syarat yang telah ditetapkan.

Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an adalah dengan keyakinan. Sedangkan terhadap Sunnah sebagian besar hanyalah dugaan-dugaan yang kuat. Hal ini bukan karena ragu-ragu terhadap Rasulullah SAW. Hal ini bukan karena ragu-ragu apakah benar hadis yang berasal dari Rasulullah. Artinya, keraguan itu timbul karena akibat proses sejarah kodifikasi sunnah yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan, sebagaimana keyakinan terhadap al-Qur’an.

Kedudukan al-Sunnah sebagai dasar sumber hukum sering menjadi bahan pembicaraan di kalangan para pemikir islam. Hal ini disebabkan adanya kebijaksanaan di zaman Nabi Muhammad SAW, yang tidak pernah memerintahkan para sahabatnya untuk menulis dan membukukan hadis.

3. IJTIHAD

Ijtihad secara bahasa berasal dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti kesulitan, kesusahan, dan juga berupa suatu kesanggupan atau kemampuan. Sedangkan menurut pengertian syara’, ijtihad adalah menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum agama dengan jalan memetik atau mengeluarkan dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Ijtihad digunakan untuk seluruh kesanggupan dan kemampuan untuk menetapkan hukum agama dengan jalan mengeluarkan dari kitab dan sunnah, ijtihad dapat mengatur manusia agar tidak keluar dari syariat. Berijtihad tidak bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi hendaknya orang yang berijtihad itu memiliki kepastian dan kaulifikasi ilmu yang memadai.

MASALAH HUKUM ISLAM DAN TAUHID

Sebelum peristiwa Isra' dan Mi'raj, diperkirakan umat Islam belum ada ketertiban menjalankan shalat. perintah shalat baru datang kemudian ketika Rasulullah Muhammad melaksanakan Isra' dan Mi'raj. Sejak Nabi Adam sampai Nabi-Nabi sebelum Muhammad, belum ada bentuk shalat sesempurna yang kita jalani samapai sekarang ini. Begitu pentingnya makna shalat, sehingga perintah shalat itu disampaikan langsung oleh Allah, tidak sebagaimana biasanya melalui wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa shalat adalah tiang agama. Tiang merupakan penyangga yang memberi kekutan untuk tegaknya pilar-pilar agama secara terpadu.

Shalat merupakan himpunan segala syariat Islam. Oleh karena itu, shalat juga dapat diartikan sebagai kesatuan hukum-hukum Allah atas diri manusia. Konon, saat manusia nantinya dibangunkan dari liang kubur, sebagai isyarat tanda hari kiamat telah tiba, pertama-tama yang diperiksa diahadapan mahkamah Illahi adalah shalat yang dilaksanakan oleh hamba Allah. apabila pemeriksaan shalatnya lulus, maka telah memperoleh kebaikan yang banyak dari bagian yang lain dalam kehidupan keagamaannya selama di dunia. kemudian barulah diteruskan pemeriksaan ibadah-ibadah lainnya. dan dosa-dosa lain akan memdapatkan perhitungan sesuai hukum-hukum Illahi.

Demikian pula apabila orang hendak sembahyang, sebelum Nabi Ibrahim AS mendirikan kabah, menghadap tidak teratur. belum ada kiblat seteratur sekarang. sebelumnya memang disebutkan masjid masjidil aqsa di tanah palestina merupakan kiblat umat islam sebelum kabah di kota mekkah didirikan. namun, hal yang menjadi kepastian adalah, bahwa agama islam telah ada sejak Nabi Adam. dengan demikian dapat dipahami bahwa hukum-hukum islam datang kemudian setelah melewati berbagai masa peralihan kehidupan manusia.

Hukum islam sebagaimana pula hakikatnya hukum-hukum yang lain adalah bertujuan untuk menjaga ketertiban, meletakkan tatanan berperilaku yang lurus dalam bermasyarakat serta diilhami oleh semangat menjalankan ibadah kepada allah. hukum merupakan ikatan batiniah untuk dijalankan dalam mengarungi kehidupan di dunia secara benar. hukum islam memberikan batas-batas. hal-hal yang diperbolehkan utnuk dilakukan berarti memiliki nilai kebenaran. sesuatu yang merupakan keharusan untuk dilaksanakan sesungguhnya merupakan ibadah yang akan mendapat pahala kalau dikerjakan, dan apabila ditingalkan menerima dosa. demikian pula terhadap hal-hal yang dilarang, apabila dilakukan akan mendapat dosa, dan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala.

Dalam berbagai aspek kehidupan amnusia, tidak jarang dijumapi, bahwa hukum dapat digunakan sebagai alat pembenaran atas suatu tindakan seseorang. dalam kehidupan politik, tidak jarang pula, hukum digunakan untuk memberikan landasan pembenaran atas kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. legitimasi atas keputusan-keputusan politik yang diambil pemerintah. di indonesia misalnya, konsensus nasional lahir dalam sejarah percarturan politik indonesia, yang kemudian secara resmi menjadi landasan hukum konstitusional kita, yang semula memiliki latar belakang sejarah yang berkaitan dengan proses kelahiran orde baru ketika itu. dalam banyak hal seiring kita lihat format baku surat keputusan pemerintah yang didahului oleh pernyataan : menimbang, mengingat, memutuskan, adalah rangkaian segudang alasan untuk menjelaskan mengapa mengapa keputusan itu diambil.

Demikian juga undang-undang perkawinan merupakan hukum positif yang dilandasi oleh syariat islam bagi pemeluk agama islam di indonesia. hal ini sangat positif sebagai usaha mengkooptasi hukum islam ke dalam hukum nasional. hukum perkawinan memiliki latar belakang historis bagi pemeluk agama islam yang merupakan perjalanan panjang kehidupan manusia sejak perkawinan nabi adam dengan siti hawa. oleh karena itu tiap produk hukum hampir dapat dikatakan selalu memiliki latar belakang sejarah pemikiran yang mengilhami hukum tersebut. dalam islam, hukum adalah dinamis. namun hubungan manusia dengan tuhan adalah tetap (tidak berubah), hal ini yang kemudian dinamakan tauhid. pasti dan yakin akan kebenaran yang datang dari oada-Nya.

Pertanyaannya kemudian : apakah sebenarnya inti agama islam itu. jawabannya adalah tauhid (keesaan Allah). keimanan. percaya kepada allah, tuhan yang maha esa. hubungan emosional antara manusia terhadap Allah. oleh karena itu, apabila kita membicara tauhid kita harus fanatik. sesuatu yang sudah final. tidak perlu mempersoalkan lagi alasan, harus diyakini dan diterima sebagai kebenaran yang datangnya dari tuhan. akan tetapi kalau kita hendak membicarakan hukum-hukum dalam islam, masih bisa diperdebatkan. sangat terbuka. hukum mengandung kemampuan menginterpretasikan. menangkap nuansanya. mengikuti kontekstual perubahan zaman. patut diketengahkan bahwa kelahiran hukum itu sendiri harus dipahami keadaan sosio psikologis keadaan masyarakat waktu itu. ada latar belakang historis, sehingga memiliki nilai-nilai.

HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN BAGI ORANG YANG JUNUB DAN HAIDH


"Orang yang ber-jinabah dan wanita yang haidh tidak boleh membaca sesuatu pun dari al-Qur’an."

Riwayat Thabrani
Penjelasan:

Hadis ini mengandung ketentuan hukum yang menyatakan bahwa orang yang mempunyai hadas besar seperti jinabah, haidh dan juga nifas tidak boleh membaca sesuatu pun dari al-Qur’an.

Akan tetapi, jika ia membaca do’a yang kebetulan ada di dalam al-Qur’an, itu diperbolehkan karena ia berniat untuk membaca do’a dan bukan membaca al-Qur’an.

HUKUM AIR LAUT DAN HEWANNYA


Laut airnya suci lagi menyucikan dan bangkainya halal.
Muttafaq’alaih
Penjelasan:
Ath Thahuur; suci dan menyucikan.
Air laut itu dapat dipakai untuk bersuci, dan bangkainya halal dimakan.

Hadis ini menerangkan tentang hukum air laut dan hewan-hewan yang hidup didalamnya.

TOLAKLAH HUKUMAN DENGAN KERAGU-RAGUAN


Tolaklah perkara-perkara hadd (hukuman) dengan hal-hal yang syubhat (keragu-raguan).
Riwayat Abu Hanifah
Penjelasan:
Tolaklah hukuman hadd dengan perkara yang syubhat yang dapat mencegah tervonisnya hukuman hadd tersebut. Dikatakan demikian karena bagi seorang hakim lebih baik keliru dalam membebaskan daripada keliru dalam menjatuhkan hukuman.

Nabi SAW sendiri ketika ada salah seorang wanita datang kepadanya dalam keadaan hamil, wanita itu mengaku di hadapan beliau bahwa dirinya telah berbuat zina yang menghasilkan kandungannya itu. Rasulullah SAW menolaknya hingga wanita itu datang berkali-kali kepada beliau SAW untuk mengemukakan pengakuannya, dan pada kalinya yang keempat barulah Nabi SAW memutuskan hukuman hadd terhadapnya yang pelaksanaannya dilakukan setelah wanita itu melahirkan anaknya.

SUMBER HUKUM MAWARIS


Hukum-hukum pembagian waris bersumber pada:

11.       Al-Qur’an, merupakan sebagian besar sumber hukum waris yang banyak menjelaskan ketentuan-ketentuan fard tiap-tiap ahli waris, seperti tercantum dalam surat an-Nisa’ ayat 11, 12, 176 dan surat-surat yang lain.

22.       Al-Hadis, yang antara lain diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. :
Berilah orang-orang yang mempunyai bagian tetap sesuai dengan bagiannya masing-masing, sedangkan kelebihannya diberikan kepada asabah yang lebih dekat, yaitu orang laki-laki yang lebih utama.”
(HR. Bukhari-Muslim)

33.       Sebagian kecil dari ijma’ para ahli, dan beberapa masalah diambil dari ijtihad para sahabat.
Ijma’ dan ijtihad sahabat, imam madzhab, dan para mujtahid dapat digunakan dalam pemecahan-pemecahan masalah mawaris yang belum dijelaskan oleh nash yang sharih.

Misalnya:

a.       Status suadara-saudara bersama-sama dengan kakek. Dalam al-Qur’an , masalah ini tidak dijelaskan, kecuali dalam masalah kalalah. Akan tetapi, menurut kebanyakan sahabat dan imam madzhab yang mengutip pendapat Zid bin Sabit, saudara-sudara tersebut mendapat bagian waris secara muqasamah bersama dengan kakek.


b.      Status cucu-cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek yang bakal diwarisi dan yang mewarisi bersama-sama dengan saudara-sudara ayahnya. Menurut ketentuan mereka, cucu-cucu tersebut tidak mendapat bagian apa-apa karena terhijab oleh saudara ayahnya, tetapi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Wasiat Mesir yang meng-istinbatkan-kan dari ijtihad para ulama muqaddimin, mereka diberi bagian berdasarkan wasiat wajibah.

DASAR HUKUM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK


Berbicara tentang dasar hukum, maka erat kaitannya dengan sumber hukum. Dalam bahasa inggris, sumber hukum disebut source of law. Perkataan sumber hukum berbeda dengan dasar hukum, landasan hukum ataupun payung hukum. Dasar hukum adalah legal basis atau legal ground yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum. Sedangkan perkataan sumber hukum lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.

Menurut Hans Kelsen source of law mengandung banyak pengertian. Pertama: yang dapat dipahami sebagai source of law ada dua yaitu custom dan statute. Oleh karena itu, source of law biasa dipahami sebagai a method of creating law, custom, and legislation, yaitu customary and statuary creation of law. Kedua: source of law juga dapat dikaitkan dengan cara untuk menilai alasan atau the reason for the validity of law. Ketiga: source of law dapat juga dipakai untuk hal-hal yang bersifat non-juridis, seperti norma, moral, etika, prinsip-prinsip politik, ataupun pendapat para ahli, dan sebagainya yang dapat memengaruhi pembentukan suatu norma hukum, sehingga dapat pula disebut sebagai sumber hukum atau the source of law.

Pengertian yang lain bahwa sumber hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Menurut Prof. Soedikno ada beberapa arti sumber hukum:

a1.       Sebagai asas hukum
b2.      Hukum terdahulu yang memberi bahan
c3.       Tempat mengetahui hukum
d4.      Sebab yang menimbulkan hukum

Dengan demikian, pengertian dasar hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa. Artinya aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Para ahli membedakan sumber hukum ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu sumber dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti material, yaitu suatu keyakinan/perasaan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum. Dengan demikian, keyakinan/perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat) dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi pembentukan hukum.

Sedangkan sumber hukum dalam arti formal, yaitu bentuk atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku. Jadi karena bentuknya itulah yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui dan ditaati. Adapun yang termasuk sumber hukum dalam arti formal adalah:

11.       Undang-Undang
Undang-undang dilihat dari bentuknya, hukum dibedakan menjadi:
a.       Hukum tertulis
b.      Hukum tidak tertulis
Undang-undang merupakan salah satu contoh dari hukum tertulis. Jadi, undang-undang adalah peraturan Negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang berwenang untuk itu dan mengikat masyarakat umum. Dari definisi undang-undang tersebut, terdapat 2 (dua) macam pengertian:
a.       Undang-undang dalam arti materiil, yaitu: setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Negara yang isinya langsung mengikat masyarakat umum.
b.      Undang-undang dalam arti formal, yaitu: setiap peraturan Negara yang karena bentuknya disebut undang-undang atau dengan kata lain setiap keputusan/peraturan yang dilihat dari cara pembentukannya.

22.       Kebiasaan Atau Hukum Tak Tertulis
Kebiasaan atau hukum tak tertulis, kebiasaan (custom) adalah semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa aturan itu berlaku sebagai hukum. Agar kebiasaan memeiliki kekuatan yang berlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
a.       Harus ada perbuatan atau tinadakan tertentu yang dilakukan berulang kali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/umum.
b.      Harus ada keyakinan hukum dari orang-orang/golongan-golongan yang berkepentingan, dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung/memuat hal-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.

33.       Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti dan dijadikan pedoman oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan suatu perkara yang sama.

44.       Traktat
Traktat adalah perjanjian yang dilakukan oleh kedua Negara atau lebih. Perjanjian yang dilakukan oleh dua Negara disebut traktat bilateral, sedangkan perjajnjian yang dilakukan oleh lebih dari dua Negara disebut traktat multilateral. Selain itu juga ada yang disebut sebagai traktat kolektif yaitu perjanjian antara beberapa Negara dan kemudian terbuka bagi Negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.

55.       Doktrin
Doktrin hukum adalah pendapat para ahli atau sarjana hukum ternama/terkemuka. Dalam yurisprudensi dapat dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada pendapat seorang atau beberapa sarjana hukum yang terkenal namanya. Pendapat para sarjana hukum itu menjadi dasar keputusan-keputusan yang akan diambil oleh seorang hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.
Berkaitan dengan pembahasan yang dikemukakan, yakni tentang keterbukaan informasi publik, maka terdapat beberapa dasar hukum yang menjadi dasar dalam memberikan akses informasi kepada pengguna layanan publik, di antaranya:

1.       Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2.       Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
3.       Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Karsipan.
4.       Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
5.       Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
6.       Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
7.       Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
8.       Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.

9.       Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.

HAKIM YANG MEMUTUSKAN HUKUMAN DENGAN IJTIHAD


Apabila seorang hakim memutuskan hukum, lalu ia berijtihad (dalam keputusannya itu) dan ternyata ia benar, maka baginya dua pahala. Apabila ia memutuskan hukum lalu ia berijtihad, ternyata keliru (dalam berijtihadnya itu), maka baginya hanya satu pahala.
Riwayat Bukhari dan Muslim
Penjelasan:

Hadis ini menceritakan tentang keutamaan yang dimiliki oleh hakim (penguasa) apabila berlaku adil dan berupaya dengan segala kemampuannya untuk berlaku adil sehingga disebutkan bahwa apabila ia berijtihad untuk memutuskan suatu perkara, lalu ternyata ijtihadnya itu benar (adil), maka ia mendapatkan dua pahala. Dan apabila ternyata ia keliru dalam ijtihadnya, sekalipun ia telah mengerahkan segala kemampuan dan upayanya untuk berlaku adil, maka ia hanya memperoleh satu pahala.

HUKUMAN YANG DISEGERAKAN



Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman untuknya didunia, dan apabila Dia menghendaki keburukan bagi hamba-Nya maka Dia menahan hukuman dosanya agar kelak dihari kiamat ia menemuinya.
Riwayat Thabrani melalui Ammar ibnu Yaasir r.a.
Penjelasan:
Bahwa musibah itu adakalanya untuk membersihkan diri dari dosa. Apabila seorang mukmin tertimpa musibah, maka hal itu sebagai pertanda bahwa Allah SWT menghendaki kebaikan baginya. Dalam hadis lain disebutkan bahwa sesungguhnya diantara dosa itu terdapat suatu dosa yang tidak dapat dihapuskan kecuali hanya dengan musibah yang menimpa pelakunya. Musinah ini merupakan hukuman yang disegerakan untuknya di dunia sehingga kelak apabila ia mati, maka dirinya bersih dari dosa dan dimasukkan ke dalam surga. Dan begitu pula sebaliknya, bilamana Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba-Nya, maka Dia memberikannya selamat dari siksa-Nya di dunia ini. Makin lama ia hidup di dunia semakin banyak dosa-dosa yang dikerjakannya sehingga kelak di akhirat ia akan menerima pembalasannya yang setimpal. Maka kala itu tidak ada jalan selamat baginya, dan tempat kembalinya adalah neraka Jahannam. Allah SWT telah berfirman:

Maka janganlah engkau tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. (Q.S. Maryam: 84)