1. AL-QUR’AN
Secara bahasa, al-Qur’an berasal
dari kata kerja qara’a yang berarti mengumpulkan atau menghimpun, dan qira’ah
yang berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam
suatu ucapan yang tersusun rapi. Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk
dijadikan pedoman dan petunjuk hidup .
2. SUNNAH atau HADIS
Sunnah atau Hadis merupakan
segala yang diberitakan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan dan pengakuan. Sunnah disebut juga al-Hadis atau al-Khabar. Sunnah menjadi
sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an.
Al-Hadis merupakan penjelasan
al-Qur’an. Isinya meliputi semua dasar hukum: hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan sesamanya dan semua persoalan yang berhubungan dengan
dunia dan akhirat. Perintah dan larangan dalam al-Qur’an selalu berdasar pada
tiga dasar pokok, yaitu tidak memberatkan, tidak memperbanyak tuntutan atau
beban, berangsur-angsur dalam menetapkan hukum.
Kualitas sebuah hadis ditentukan
baik dari segi sanadnya maupun dari segi matannya. Klasifikasi nilai-nilai
terbagi dua, yaitu maqbul (diterima) dan mardud (ditolak). Hadis-hadis yang
dapat diterima dikategorikan sebagai hadis shahih dan hasan, sedangkan yang
ditolak disebut sebagai hadis dha’if.
Kualifikasi hadis maqbul memiliki
lima syarat yang utuh, meski salah satu bersifat kurang dhabith, tetapi tidak
mengurangi nilai hadis tersebut, sedangkan hadis dha’if tidak memiliki salah
satu syarat atau keseluruhan syarat yang telah ditetapkan.
Penerimaan seorang muslim
terhadap al-Qur’an adalah dengan keyakinan. Sedangkan terhadap Sunnah sebagian
besar hanyalah dugaan-dugaan yang kuat. Hal ini bukan karena ragu-ragu terhadap
Rasulullah SAW. Hal ini bukan karena ragu-ragu apakah benar hadis yang berasal
dari Rasulullah. Artinya, keraguan itu timbul karena akibat proses sejarah
kodifikasi sunnah yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan, sebagaimana
keyakinan terhadap al-Qur’an.
Kedudukan al-Sunnah sebagai dasar
sumber hukum sering menjadi bahan pembicaraan di kalangan para pemikir islam. Hal
ini disebabkan adanya kebijaksanaan di zaman Nabi Muhammad SAW, yang tidak
pernah memerintahkan para sahabatnya untuk menulis dan membukukan hadis.
3. IJTIHAD
Ijtihad secara bahasa berasal
dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti kesulitan, kesusahan, dan juga
berupa suatu kesanggupan atau kemampuan. Sedangkan menurut pengertian syara’,
ijtihad adalah menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum agama dengan
jalan memetik atau mengeluarkan dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Ijtihad digunakan
untuk seluruh kesanggupan dan kemampuan untuk menetapkan hukum agama dengan
jalan mengeluarkan dari kitab dan sunnah, ijtihad dapat mengatur manusia agar
tidak keluar dari syariat. Berijtihad tidak bisa dilakukan oleh siapa saja,
tetapi hendaknya orang yang berijtihad itu memiliki kepastian dan kaulifikasi
ilmu yang memadai.
0 comments:
Post a Comment