UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2011
NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG
BANTUAN
HUKUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia;
b. bahwa negara
bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai
perwujudan akses terhadap keadilan;
c. bahwa pengaturan
mengenai bantuan hukum yang diselenggarakan oleh negara harus berorientasi pada
terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan;
d. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Bantuan Hukum;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal
27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan
ayat (5), dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN
MEMUTUSKAN:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BANTUAN HUKUM.
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bantuan Hukum
adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma
kepada Penerima Bantuan Hukum.
2. Penerima Bantuan
Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
3. Pemberi Bantuan
Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi
layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.
4. Menteri adalah
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
5. Standar Bantuan
Hukum adalah pedoman pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum yang ditetapkan oleh
Menteri.
6. Kode Etik Advokat
adalah kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi advokat yang berlaku
bagi Advokat.
Pasal
2
Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas:
a. keadilan;
b. persamaan
kedudukan di dalam hukum;
c. keterbukaan;
d. efisiensi;
e. efektivitas; dan
f. akuntabilitas.
Pasal
3
Penyelenggaraan
Bantuan Hukum bertujuan untuk:
a. menjamin dan
memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;
b. mewujudkan hak
konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di
dalam hukum;
c. menjamin kepastian
penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan
peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
BAB
II
RUANG LINGKUP
Pasal 4
RUANG LINGKUP
Pasal 4
(1) Bantuan Hukum
diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum.
(2) Bantuan Hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana,
dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi.
(3) Bantuan Hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, mendampingi,
mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan
hukum Penerima Bantuan Hukum.
Pasal
5
(1) Penerima Bantuan
Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau
kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan
mandiri.
(2) Hak dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan
kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.
BAB
III
PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM
Pasal 6
PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM
Pasal 6
(1) Bantuan Hukum
diselenggarakan untuk membantu penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi
Penerima Bantuan Hukum.
(2) Pemberian Bantuan
Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diselenggarakan oleh Menteri dan
dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas:
a. menyusun dan
menetapkan kebijakan penyelenggaraan Bantuan Hukum;
b. menyusun dan
menetapkan Standar Bantuan Hukum berdasarkan asas-asas pemberian Bantuan Hukum;
c. menyusun rencana
anggaran Bantuan Hukum;
d. mengelola anggaran
Bantuan Hukum secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel; dan
e. menyusun dan
menyampaikan laporan penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan
Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.
Pasal
7
(1) Untuk melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Menteri berwenang:
a. mengawasi dan
memastikan penyelenggaraan Bantuan Hukum dan pemberian Bantuan Hukum dijalankan
sesuai asas dan tujuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini; dan
b. melakukan
verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan untuk memenuhi kelayakan sebagai Pemberi Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Untuk melakukan
verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Menteri
membentuk panitia yang unsurnya terdiri atas:
a. kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
b. akademisi;
c. tokoh masyarakat;
dan
d. lembaga atau
organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum.
(3) Verifikasi dan
akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setiap 3 (tiga)
tahun.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB
IV
PEMBERI BANTUAN HUKUM
Pasal 8
PEMBERI BANTUAN HUKUM
Pasal 8
(1) Pelaksanaan
Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Syarat-syarat
Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berbadan hukum;
b. terakreditasi
berdasarkan Undang-Undang ini;
c. memiliki kantor
atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus;
dan
e. memiliki program
Bantuan Hukum.
Pasal
9
Pemberi
Bantuan Hukum berhak:
a. melakukan
rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum;
b. melakukan
pelayanan Bantuan Hukum;
c. menyelenggarakan
penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan
dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;
d. menerima anggaran
dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
e. mengeluarkan
pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya
di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f. mendapatkan
informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan
pembelaan perkara; dan
g. mendapatkan
jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan
pemberian Bantuan Hukum.
Pasal
10
Pemberi
Bantuan Hukum berkewajiban untuk:
a. melaporkan kepada
Menteri tentang program Bantuan Hukum;
b. melaporkan setiap
penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini;
c. menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen,
mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf
a;
d. menjaga
kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima
Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang; dan
e. memberikan Bantuan
Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada
alasan yang sah secara hukum.
Pasal
11
Pemberi
Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam
memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan
iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan
Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.
BAB
V
HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA BANTUAN HUKUM
Pasal 12
HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA BANTUAN HUKUM
Pasal 12
Penerima
Bantuan Hukum berhak:
a. mendapatkan
Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan
tidak mencabut surat kuasa;
b. mendapatkan
Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat;
dan
c. mendapatkan
informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
13
Penerima
Bantuan Hukum wajib:
a. menyampaikan
bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi
Bantuan Hukum;
b. membantu
kelancaran pemberian Bantuan Hukum.
BAB
VI
SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
Pasal 14
SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
Pasal 14
(1) Untuk memperoleh
Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat-syarat:
a. mengajukan
permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan
uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
b. menyerahkan
dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. melampirkan surat
keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di
tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
(2) Dalam hal pemohon
Bantuan Hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis, permohonan dapat
diajukan secara lisan.
Pasal
15
(1) Pemohon Bantuan
Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Pemberi Bantuan
Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan
Bantuan Hukum dinyatakan lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak
permohonan Bantuan Hukum.
(3) Dalam hal
permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan
Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
(4) Dalam hal
permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum mencantumkan alasan
penolakan.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB
VII
PENDANAAN
Pasal 16
PENDANAAN
Pasal 16
(1) Pendanaan Bantuan
Hukum yang diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai
dengan Undang-Undang ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
(2) Selain pendanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber pendanaan Bantuan Hukum dapat
berasal dari:
a. hibah atau
sumbangan; dan/atau
b. sumber pendanaan
lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal
17
(1) Pemerintah wajib
mengalokasikan dana penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
(2) Pendanaan
penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia.
Pasal
18
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran dana Bantuan Hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Pemberi Bantuan Hukum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Daerah dapat
mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Daerah.
BAB
VIII
LARANGAN
Pasal 20
LARANGAN
Pasal 20
Pemberi
Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan
Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani
Pemberi Bantuan Hukum.
BAB
IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
Pemberi
Bantuan Hukum yang terbukti menerima atau meminta pembayaran dari Penerima
Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang
ditangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
BAB
X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
Penyelenggaraan
dan anggaran Bantuan Hukum yang diselenggarakan oleh dan berada di Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan
Republik Indonesia, dan instansi lainnya pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan.
Pasal
23
(1) Pemberian Bantuan
Hukum yang sedang diproses sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku tetap
dilaksanakan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Dalam hal
pemberian Bantuan Hukum belum selesai pada akhir tahun anggaran yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian Bantuan Hukum
selanjutnya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB
XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Bantuan Hukum dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal
25
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada tanggal 2 November 2011
pada tanggal 2 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 November 2011
pada tanggal 2 November 2011
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
AMIR
SYAMSUDIN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2011
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG
BANTUAN
HUKUM
I.
UMUM
Meskipun
Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun
ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum". Dalam
negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap
individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan pemberian Bantuan
Hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai
implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi
warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice)
dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Jaminan atas
hak konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai,
sehingga dibentuknya Undang-Undang tentang Bantuan Hukum ini menjadi dasar bagi
negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang
miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh
karena itu, tanggung jawab negara harus diimplementasikan melalui pembentukan
Undang-Undang Bantuan Hukum ini.
Selama
ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau
kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan
karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak
konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian Bantuan Hukum dalam
Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau
kelompok orang miskin.
Beberapa
pokok materi yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain mengenai:
pengertian Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak
dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, syarat dan tata cara permohonan Bantuan
Hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang
dimaksud dengan "asas keadilan" adalah menempatkan hak dan kewajiban
setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan "asas persamaan kedudukan di dalam hukum" adalah
bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di depan hukum serta
kewajiban menjunjung tinggi hukum.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah memberikan akses kepada
masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak
memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara
konstitusional.
Huruf d
Yang
dimaksud dengan "asas efisiensi" adalah memaksimalkan pemberian
Bantuan Hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada.
Huruf e
Yang
dimaksud dengan "asas efektivitas" adalah menentukan pencapaian
tujuan pemberian Bantuan Hukum secara tepat.
Huruf f
Yang
dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Cukup
jelas.
Pasal 5
Cukup
jelas.
Pasal 6
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Ketentuan
ini tidak mengurangi kewajiban profesi Advokat untuk menyelenggarakan Bantuan
Hukum berdasarkan Undang-Undang mengenai Advokat.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 7
Ayat
(1)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Verifikasi
dan akreditasi dimaksudkan untuk menilai dan menetapkan kelayakan lembaga
bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan sebagai Pemberi Bantuan Hukum.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan "mahasiswa fakultas hukum" termasuk juga mahasiswa
dari fakultas syariah, perguruan tinggi militer, dan perguruan tinggi kepolisian.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan "program kegiatan lain yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Bantuan Hukum" adalah program: investigasi kasus,
pendokumentasian hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, dan
pemberdayaan masyarakat.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Huruf g
Cukup
jelas.
Pasal 10
Cukup
jelas.
Pasal 11
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup
jelas.
Pasal 14
Ayat
(1)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan "identitas" antara lain nama lengkap, jenis kelamin,
tempat dan tanggal lahir, alamat lengkap, dan pekerjaan yang dibuktikan dengan
Kartu Tanda Penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 15
Cukup
jelas.
Pasal 16
Cukup
jelas.
Pasal 17
Cukup
jelas.
Pasal 18
Cukup
jelas.
Pasal 19
Cukup
jelas.
Pasal 20
Cukup
jelas.
Pasal 21
Cukup
jelas
Pasal 22
Cukup
jelas.
Pasal 23
Cukup
jelas.
Pasal 24
Cukup
jelas.
Pasal 25
Cukup
jelas.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5246
0 comments:
Post a Comment